Minggu, 20 November 2011

KONVENSI NASKAH

KELOMPOK 2 :
AMELIA AGNEHS (26209387)
ARVIANTO PRAMANDA (25209087)
DEWI FEFRIYANTI (22209849)
DWIKA YUNITA SARI (23209791)
INGGRIANY WIJAYA (26209096)
MUHAMMAD RIDWAN (20209145)
NURUL FARADILAH (25209797)
SAFIRA KAMILA (23209826)
SHINTA HARJANTI (25209351)
SYARIFAH YULIA KURNIANINGSIH (22209948)
YUYUN ROSIDA (21209326)
KONVENSI NASKAH
A. Pengertian Konvensi Naskah
Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati.Kelaziman dan kesepakatan ini cenderung menjadi aturan baku dan digunakan oleh para akademisi di perguruan tinggi. Namun ,penulisan naskah ilmiah tidak sebatas pada kegiatan akademis di perguruan tinggi. Para professional dalam berbagai lembaga pemerintah dan swasta, baik di dalam maupun di luar negeri cenderung menggunakan model naskah yang sudah lazim atau berdasarkan konvensi.
Konvensi penulisan naskah yang sudah lazim mencakup aturan pengetikan,pengorganisasian materi pelengkap , bahasa , dan kelengkapan penulisan lainnya.
B. Syarat formal dalam penyusunan sebuah naskah
Dalam menyusun sebuah karangan perlu adanya pengorganisasian karangan. Pengorganisasian karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu kesatuan karangan dengan berdasarkan persyaratan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat, logis: penguasaan, wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai; dan format pengetikan yang sistematis.

Persyaratan formal (bentuk lahiriah) yang harus dipenuhi sebuah karya menyangkut tiga bagian utama, yaitu: Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan, dan bagian pelengkap penutup.
A. Bagian Pelengkap Pendahuluan
a. Judul Pendahuluan (Judul Sampul)
b. Halaman Judul
c. Halaman Persembahan (kalau ada)
d. Halaman Pengesahan (kalau ada)
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Gambar (kalau ada)
h. Daftar Tabel (kalau ada)
B. Bagian Isi Karangan
a. Pendahuluan
b. Tubuh Karangan
c. Kesimpulan

C. Bagian Pelengkap Penutup
a. Daftar Pustaka (Bibliografi)
b. Lampiran (Apendix)
c. Indeks
d. Riwayat Hidup Penulis
· Bagian Pelengkap Pendahuluan
Judul pendahuluan adalah nama karangan. Halaman judul pendahuluan tidak mengandung apa-apa kecuali mencantumkan judul karangan atau judul buku. Judul karangan atau judul buku ditulis dengan huruf kapital. Biasanya letaknya di tengah halaman agak ke atas. Namun, variasi-variasi lain memang kerap sekali dijumpai.


Dalam pembuatan sebuah makalah atau skripsi, halaman judul mencantumkan nama karangan, penjelasan adanya tugas, nama pengarang (penyusun), kelengkapan identitas pengarang (nomor induk/registrasi, kelas, nomor absen), nama unit studi (unit kerja), nama lembaga (jurusan, fakultas, unversitas), nama kota, dan tahun penulisan.


Untuk memberikan daya tarik pembaca, penyusunan judul perlu memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut:

ü Judul menggambarkan keseluruhan isi karangan.
ü Judul harus menarik pembaca baik makna maupun penulisannya.
ü Sampul: nama karangan, penulis, dan penerbit.
ü Halaman judul: nama karangan, penjelasan adanya tugas, penulis, kelengkapan identitas pengarang, nama unit studi, nama lembaga, nama kota, dan tahun penulisan (dalam pembuatan makalah atau skripsi).
ü Seluruh frasa ditulis pada posisi tengah secara simetri (untuk karangan formal), atau model lurus pada margin kiri (untuk karangan yang tidak terlalu formal).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makalah atau skripsi pada halaman judul:

o Judul diketik dengan huruf kapital, misalnya:
UPAYA MENGATASI KEMACETAN
DI KOTA JAKARTA

o Penjelasan tentang tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya:


Makalah ini Disusun untuk Melengkapi Ujian Akhir

Mata Kuliah Bahasa Indonesia Semester Ganjil 2009


o Nama penulis ditulis dengan huruf kapital, di bawah nama dituliskan Nomor Induk Mahasiswa (NIM), misalnya:


YUYUN ROSIDA
21209326
o Logo universitas untuk makalah, skripsi, tesis, dan disertasi; makalah ilmiah tidak diharuskan menggunakan logo.





o Data institusi mahasiswa mencantumkan program studi, jurusan, fakultas, unversitas, nama kota, dan tahun ditulis dengan huruf kapital, misalnya:

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

2011

Hal-hal yang harus dihindarkan dalam halaman judul karangan formal:

~ Komposisi tidak menarik.

~Tidak estetik.

~Hiasan gambar tidak relevan.

~Variasi huruf jenis huruf.

~Kata “ditulis (disusun) oleh.”

~Kata “NIM/NRP.”

~ Hiasan, tanda-tanda, atau garis yang tidak berfungsi.

~Kata-kata yang berisi slogan.

~Ungkapan emosional.

~Menuliskan kata-kata atau kalimat yang tidak berfungsi.

o Halaman Persembahan

Bagian ini tidak terlalu penting. Bila penulis ingin memasukan bagian ini, maka hal itu semata-mata dibuat atas pertimbangan penulis. Persembahan ini jarang melebihi satu halaman, dan biasanya terdiri dari beberapa kata saja.

Bila penulis menganggap perlu memasukkan persembahan ini, maka persembahan ini ditempatkan berhadapan dengan halaman belakang judul buku, atau berhadapan dengan halaman belakang cover buku, atau juga menyatu dengan halaman judul buku.

o Halaman Pengesahan

Halaman pengesahan digunakan sebagai pembuktian bahwa karya ilmiah yang telah ditanda-tangani oleh pembimbing, pembaca/penguji, dan ketua jurusan telah memenuhi persyaratan administratif sebagai karya ilmiah. Halaman pengesahan biasanya digunakan untuk penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, sedangkan makalah ilmiah, dan karangan lainnya (baik non-fiksi maupun fiksi) tidak mengharuskan adanya halaman pengesahan. Penyusunan pengesahan ditulis dengan memperhatikan persyaratan formal urutan dan tata letak unsur-unsur yang harus tertulis di dalamnya.

Judul skripsi seluruhnya ditulis dengan huruf kapital pada posisi tengah antara margin kiri dan kanan. Nama lengkap termasuk gelar akademis pembimbing materi/teknis, pembaca/penguji, dan ketua program jurusan ditulis secara benar dan disusun secara simetri kiri-kanan dan atas-bawah. Skripsi diajukan kepada sidang penguji akademis setelah disetujui oleh pembimbing dan pembaca/penguji. Penulis skripsi dinyatakan lulus jika skripsinya telah diuji di hadapan sidang terbuka/tertutup dan telah ditanda-tangani oleh semua nama yang tercantum dalam halaman pengesahan. Nama kota dan tanggal pengesahan ditulis di atas kata ketua jurusan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:

~Menggaris-bawahi nama dan kata-kata lainnya.

~Menggunakan titik atau koma pada akhir nama.

~ Tulisan melampaui garis tepi.

~ Menulis nama tidak lengkap.

~ Menggunakan huruf yang tidak standar.

~Tidak mencantumkan gelar akademis.

o Kata Pengantar

Kata pengantar fungsinya sama dengan sebuah surat pengantar. Kata pengantar adalah bagian karangan yang berisi penjelasan mengapa menulis sebuah karangan. Setiap karangan ilmiah, seperti: buku, skripsi, tesis, disertasi, makalah, atau laporan formal ilmiah harus menggunakan kata pengantar. Di dalamnya disajikan informasi sebagai berikut:

Ø Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ø Penjelasan adanya tugas penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau laporan formal ilmiah).
Ø Penjelasan pelaksanaan penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau laporan formal ilmiah).
Ø Penjelasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekolompok orang, atau organisasi/lembaga.
Ø Ucapan terima kasih kepada seseorang, sekolompok orang, atau organisasi/lembaga yang membantu.
Ø Penyebutan nama kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis, tanpa dibubuhi tanda-tangan.
Ø Harapan penulis atas karangan tersebut.
Ø Manfaat bagi pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran.

Kata pengantar merupakan bagian dari keseluruhan karya ilmiah. Sifatnya formal dan ilmiah. Oleh karena itu, kata pengantar harus ditulis dengan Bahasa Indonesia yang baku, baik, dan benar. Isi kata pengantar tidak menyajikan isi karangan, atau hal-hal lain yang tertulis dalam pendahuluan, tubuh karangan, dan kesimpulan. Sebaliknya, apa yang sudah tertulis dalam kata pengantar tidak ditulis ulang dalam isi karangan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:

~Menguraikan isi karangan.
~Mengungkapkan perasaan berlebihan.
~Menyalahi kaidah bahasa.
~Menunjukkan sikap kurang percaya diri.
~Kurang meyakinkan.
~Kata pengantar terlalu panjang.
~Menulis kata pengantar semacam sambutan.
~Kesalahan bahasa: ejaan, kalimat, paragraf, diksi, dan tanda baca tidak efektif.

o Daftar Isi

Daftar isi adalah bagian pelengkap pendahuluan yang memuat garis besar isi karangan ilmiah secara lengkap dan menyeluruh, dari judul sampai dengan riwayat hidup penulis sebagaimana lazimnya sebuah konvensi naskah karangan. Daftar isi berfungsi untuk merujuk nomor halaman judul bab, sub-bab, dan unsur- unsur pelengkap dari sebuah buku yang bersangkutan.

Daftar isi disusun secara konsisten baik penomoran, penulisan, maupun tata letak judul bab dan judul sub-sub bab. Konsistensi ini dipengaruhi oleh bentuk yang digunakan.

o Daftar Gambar

Bila dalam buku itu terdapat gambar-gambar, maka setiap gambar yang tercantum dalam karangan harus tertulis didalam daftar gambar. Daftar gambar menginformasikan: judul gambar, dan nomor halaman.

o Daftar Tabel

Bila dalam buku itu terdapat tabel-tabel, maka setiap tabel yang tertulis dalam karangan harus tercantum dalam daftar tabel. Daftar tabel ini menginformasikan: nama tabel dan nomor halaman.


· Bagian Isi Karangan

Bagian isi karangan sebenarnya merupakan inti dari karangan atau buku; atau secara singkat dapat dikatakan karangan atau buku itu sendiri.

o Pendahuluan

Pendahuluan adalah bab I karangan. Tujuan utama pendahuluan adalah menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang dibicarakan, dan menunjukkan dasar yang sebenarnya dari uraian itu. Pendahuluan terdiri dari latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah, landasan teori, dan metode pembahasan. Kesuluruhan isi pendahuluan mengantarkan pembaca kepada materi yang akan dibahas, dianalisis-sintesis, dideskripsi, atau diuraikan dalam bab kedua sampai bab terakhir.

Untuk menulis pendahuluan yang baik, penulis perlu memperhatikan pokok-pokok yang harus tertuang dalam masing-masing unsur pendahuluan sebagai berikut:

1) Latar belakang masalah, menyajikan:

ü Penalaran (alasan) yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan diuraikan jawabannya dalam bab pertengahan antara pendahuluan dan kesimpulan dan dijawab atau ditegaskan dalam kesimpulan. Untuk itu, arah penalaran harus jelas, misalnya deduktif, sebab-akibat, atau induktif.
ü Kegunaan praktis hasil analisis, misalnya: memberikan masukan bagi kebijakan pimpinan dalam membuat keputusan, memberikan acuan bagi pengembangan sistem kerja yang akan datang.
ü Pengetahuan tentang studi kepustakaan, gunakan informasi mutakhir dari buku-buku ilmiah, jurnal, atau internet yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis hendaklah mengupayakan penggunaan buku-buku terbaru.
ü Pengungkapan masalah utama secara jelas dalam bentuk pertanyaan, gunakan kata tanya yang menuntut adanya analisis, misalnya: bagaimana...., mengapa.....
ü Tidak menggunakan kata apa karena tidak menuntut adanya analisis, cukup dijawab dengan ya atau tidak.

2) Tujuan penulisan berisi:

ü Target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa budaya tradisi dapat dilestarikan dengan kreativitas baru; menguraikan pengaruh X terhadap Y.
ü Upaya pokok yang harus dilakukan, misalnya: mendeskripsikan data primer tentang kualitas budaya tradisi penduduk asli Jakarta; membuktikan bahwa pembangunan lingkungan pemukiman kumuh yang tidak layak huni memerlukan bantuan pemerintah.
ü Tujuan utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga dirinci menjadi dua.

3) Ruang lingkup masalah berisi:

ü Pembatasan masalah yang akan dibahas.
ü Rumusan detail masalah yang akan dibahas.
ü Definisi atau batasan pengertian istilah yang tertuang dalam setiap variabel. Pendefinisian merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk mengungkapkan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya dengan kata-kata.[4]
4) Landasan teori menyajikan:

ü Deskripsi atau kajian teoritik variabel X tentang prinsip-prinsip teori, pendapat ahli dan pendapat umum, hukum, dalil, atau opini yang digunakan sebagai landasan pemikiran kerangka kerja penelitian dan penulisan sampai dengan kesimpulan atau rekomendasi.
ü Penjelasan hubungan teori dengan kerangka berpikir dalam mengembangkan konsep penulisan, penalaran, atau alasan menggunakan teori tersebut.

5) Sumber data penulisan berisi:

ü Sumber data sekunder dan data primer.
ü Kriteria penentuan jumlah data.
ü Kriteria penentuan mutu data.
ü Kriteria penentuan sample.
ü Kesesuaian data dengan sifat dan tujuan pembahasan.

6) Metode dan teknik penulisan berisi:

ü Penjelasan metode yang digunakan dalam pembahasan, misalnya: metode kuantitatif, metode deskripsi, metode komparatif, metode korelasi, metode eksploratif, atau metode eksperimental.
ü Teknik penulisan menyajikan cara pengumpulan data seperti wawancara, observasi, dan kuisioner; analisis data, hasil analisis data, dan kesimpulan.

7) Sistematika penulisan berisi:

ü Gambaran singkat penyajian isi pendahuluan, pembahasan utama, dan kesimpulan.
ü Penjelasan lambang-lambang, simbol-simbol, atau kode (kalau ada).

o Tubuh Karangan

Tubuh karangan atau bagian utama karangan merupakan inti karangan berisi sajian pembahasan masalah. Bagian ini menguraikan seluruh masalah yang dirumuskan pada pendahuluan secara tuntas (sempurna). Di sinilah terletak segala masalah yang akan dibahas secara sistematis. Kesempurnaan pembahasan diukur berdasarkan kelengkapan unsur-unsur berikut ini:­­

1) Ketuntasan materi:

Materi yang dibahas mencakup seluruh variabel yang tertulis pada kalimat tesis, baik pembahasan yang berupa data sekunder (kajian teoretik) maupun data primer. Pembahasan data primer harus menyertakan pembuktian secara logika, fakta yang telah dianalisis atau diuji kebenarannya, contoh-contoh, dan pembuktian lain yang dapat mendukung ketuntasan pembenaran.

2) Kejelasan uraian/deskripsi:

ü Kejelasan konsep:
Konsep adalah keseluruhan pikiran yang terorganisasi secara utuh, jelas, dan tuntas dalam suatu kesatuan makna. Untuk itu, penguraian dari bab ke sub-bab, dari sub-bab ke detail yang lebih rinci sampai dengan uraian perlu memperhatikan kepaduan dan koherensial, terutama dalam menganalisis, menginterpretasikan (manafsirkan) dan menyintesiskan dalam suatu penegasan atau kesimpulan. Selain itu, penulis perlu memperhatikan konsistensi dalam penomoran, penggunaan huruf, jarak spasi, teknik kutipan, catatan pustaka, dan catatan kaki.

ü Kejelasan bahasa:

Kejelasan dan ketetapan pilihan kata yang dapat diukur kebenarannya. Untuk mewujudkan hal itu, kata lugas atau kata denotatif lebih baik daripada kata konotatif atau kata kias (terkecuali dalam pembuatan karangan fiksi, kata konotatif atau kata kias sangat diperlukan)

Kejelasan makna kalimat tidak bermakna ganda, menggunakan struktur kalimat yang betul, menggunakan ejaan yang baku, menggunakan kalimat efektif, menggunakan koordinatif dan subordinatif secara benar.

Kejelasan makna paragraf dengan memperhatikan syarat-syarat paragraf: kesatuan pikiran, kepaduan, koherensi (dengan repetisi, kata ganti, paralelisme, kata transisi), dan menggunakan pikiran utama, serta menunjukkan adanya penalaran yang logis (induktif, deduktif, kausal, kronologis, spasial).

ü Kejelasan penyajian dan fakta kebenaran fakta:
Kejelasan penyajian fakta dapat diupayakan dengan berbagai cara, antara lain: penyajian dari umum ke khusus, dari yang terpenting ke kurang penting; kejelasan urutan proses. Untuk menunjang kejelasan ini perlu didukung dengan gambar, grafik, bagan, tabel, diagram, dan foto-foto. Namun, kebenaran fakta sendiri harus diperhatikan kepastiannya.

Hal-hal lain yang harus dihindarkan dalam penulisan karangan (ilmiah):

~Subjektivitas dengan menggunakan kata-kata: saya pikir, saya rasa, menurut pengalaman saya, dan lain-lain. Atasi subjektivitas ini dengan menggunakan: penelitian membuktikan bahwa…, uji laboratorium membuktikan bahwa…, survei membuktikan bahwa…,
~Kesalahan: pembuktian pendapat tidak mencukupi, penolakan konsep tanpa alasan yang cukup, salah nalar, penjelasan tidak tuntas, alur pikir (dari topik sampai dengan simpulan) tidak konsisten, pembuktian dengan prasangka atau berdasarkan kepentingan pribadi, pengungkapan maksud yang tidak jelas arahnya, definisi variabel tidak (kurang) operasional, proposisi yang dikembangkan tidak jelas, terlalu panjang, atau bias, uraian tidak sesuai dengan judul.

o Kesimpulan

Kesimpulan atau simpulan merupakan bagian terakhir atau penutup dari isi karangan, dan juga merupakan bagian terpenting sebuah karangan ilmiah. Pembaca yang tidak memiliki cukup waktu untuk membaca naskah seutuhnya cenderung akan membaca bagian-bagian penting saja, antara lain kesimpulan. Oleh karena itu, kesimpulan harus disusun sebaik mungkin. Kesimpulan harus dirumuskan dengan tegas sebagai suatu pendapat pengarang atau penulis terhadap masalah yang telah diuraikan.

Penulis dapat merumuskan kesimpulannya dengan dua cara:

o Dalam tulisan-tulisan yang bersifat argumentatif, dapat dibuat ringkasan-ringkasan argumen yang penting dalam bentuk dalil-dalil (atau tesis-tesis), sejalan dengan perkembangan dalam tubuh karangan itu.
o Untuk kesimpulan-kesimpulan biasa, cukup disarikan tujuan atau isi yang umum dari pokok-pokok yang telah diuraikan dalam tubuh karangan itu.

· Bagian Pelengkap Penutup

Bagian pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan ilmiah.

o Daftar pustaka (Bibliografi)

Setiap karangan ilmiah harus menggunakan data pustaka atau catatan kaki dan dilengkapi dengan daftar bacaan. Daftar pustaka (bibliografi) adalah daftar yang berisi judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah atau sebagian karangan.


Unsur-unsur daftar pustaka meliputi:

Ø Nama pengarang: penulisannya dibalik dengan menggunakan koma.
Ø Tahun terbit.
Ø Judul buku: penulisannya bercetak miring.
Ø Data publikasi, meliputi tempat/kota terbit, dan penerbit..
Ø Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel, nama majalah, jilid, nomor, dan tahun terbit.
Contoh: Tarigan, Henry. 1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. (Banyak versi lainnya, misal: Sistem Harvard, Sistem Vancover, dan lain-lain)

Keterangan:

· Jika buku itu disusun oleh dua pengarang, nama pengarang kedua tidak perlu dibalik.
· Jika buku itu disusun oleh lembaga, nama lembaga itu yang dipakai untuk menggantikan nama pengarang.
· Jika buku itu merupakan editorial (bunga rampai), nama editor yang dipakai dan di belakangnya diberi keterangan ed. ‘editor’
· Nama gelar pengarang lazimnya tidak dituliskan.
· Daftar pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan huruf awal nama belakang pengarang.

o b. Lampiran (Apendix)

Lampiran (apendix) merupakan suatu bagian pelengkap yang fungsinya terkadang tumpang tindih dengan catatan kaki. Bila penulis ingin memasukan suatu bahan informasi secara panjang lebar, atau sesuatu informasi yang baru, maka dapat dimasukkan dalam lampiran ini. Lampiran ini dapat berupa esai, cerita, daftar nama, model analisis, dan lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai bagian dari pembuktian ilmiah. Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak mengganggu pembahasan jika disertakan dalam uraian.

o Indeks

Indeks adalah daftar kata atau istilah yang digunakan dalam uraian dan disusun secara alfabetis (urut abjad). Penulisan indeks disertai nomor halaman yang mencantumkan penggunaan istilah tersebut. Indeks berfungsi untuk memudahkan pencarian kata dan penggunaannya dalam pembahasan.

o Riwayat Hidup Penulis

Buku, skripsi, tesis, disertasi perlu disertai daftar riwayat hidup. Dalam skripsi menuntut daftar RHP lebih lengkap. Daftar riwayat hidup merupakan gambaran kehidupan penulis atau pengarang. Daftar riwayat hidup meliputi: nama penulis, tempat tanggal lahir, pendidikan, pengalaman berorganisasi atau pekerjaan, dan karya-karya yang telah dihasilkan oleh penulis.



DAFTAR PUSTAKA

· HS, Widjono. BAHASA INDONESIA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo, 2007.
· http://shofwantea.multiply.com/journal/item/2/Syarat_Formal_dalam_Penulisan_Sebuah_Naskah
· http://logicexploration.blogspot.com/2010/12/konvensi-naskah-dan-penyntingan.html

Sabtu, 19 November 2011

SYARAT_SYARAT ALINEA YANG BAIK DAN CARA MENGEMBANGKAN KALIMAT UTAMA

Nama :Safira Kamila
Kelas :3EB06
NPM :23209826

4. a. Sebutkan Syarat-syarat alinea yang baik?
b. Bagaimana cara mengembangkan kalimat utama?

Alinea atau paragraf yang baik harus memenuhi syarat kesatuan, kepaduan, ketuntasan, keruntutan, dan konsistensi penggunaan sudut pandang.

• Kesatuan Paragraf (Kesatuan Pikiran). Untuk menjamin adanya kesatuan paragraf, setiap paragraf hanya berisi satu ide pokok, satu topik/masalah.
• Kepaduan (koherensi).
Paragraf dikatakan padu jika dibangun dengan kalimat-kalimat yang berhubungan logis. Hubungan pikiran-pikiran yang ada dalam paragraf menghasilkan kejelasan struktur dan makna paragraf. Hubungan kalimat tersebut menghasilkan paragraf yang satu padu, utuh, dan kompak. Kepaduan ini dapat dibangun melalui repetisi (pengulangan) kata kunci atau sinonim, kata ganti, kata transisi, dan bentuk paralel.
• Ketuntasan
Ketuntasan ialah kesempurnaan. Hal ini dapat diwujudkan dengan :
a. klasifikasi yaitu pengelompokan objek secara lengkap dan menyeluruh.
b. Ketuntasan bahasa yaitu kesempurnaan membahas materi secara menyeluruh dan utuh.
• Konsistensi Sudut Pandang
Sudut Pandang adalah cara penulis menempatkan diri dalam karangannya.
• Keruntutan
Keruntutan adalah penyusunan urutan gagasan dalam karangan. Gagasan demi gagasan disajikan secara runtut bagaikan air mengalir-tidak pernah putus.

UNSUR-UNSUR ALINEA DAN CIRI-CIRI KALIMAT UTAMA DAN PENJELAS

Nama :Safira Kamila
Kelas :3EB06
NPM :23209826

3. a. Sbutkan dan jelaskan unsur-unsur alinea?
b. Jelaskan ciri-ciri kalimat utama dan kalimat penjelas?
UNSUR-UNSUR ALINEA
Alinea yang efektif harus memenuhi dua syarat, yaitu adanya keatuan dan, adanya kepaduan.
1. Kesatuan Alinea
Sebuah alinea dikatakan mempunyai kesatuan jika seluruh kalimat dalam alinea hanya membicarakan dalam satu ide pokok, satu topik atau masalah. Jika dalam sebuah alinea terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam alinea itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
2. Kepaduan Alinea
Seperti halnya persayaratan kalimat efektif, dalam alinea juga dikenal istilah kepaduan atau koherensi. Koherensi alinea akan terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus dan lancar serta logis. Untuk itu, cara repetisi, jasa kata ganti dan kata sambung, serta frase penghubung dapat dimanfaatkan.
Jenis Alinea Menurut Posisi kalimat Topiknya
• Alinea Deduktif
Bila kalimat pokok ditempat pada biagian aweal alinea akan terbentuk alinea deduktif, yaitu alinea yang menyajikan pokok permasalahan terlebih dahulu, lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan alinea (urutan umum-khusus).
• Alinea Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan pada akhir alinea akan terbentuk alinea induktif, yaitu alinea yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah diakhiri dengan pokok pembicaraan (urutan khusus-umum).
• Alinea Deduktif-Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan pada bagian awal dan akhir alinea, terbentuklah alinea campuran deduktif-induktif. Kalimat pada akhir alinea umumnya menegasakan kembali gagasan utama yang terdapat pada awal alinea.
• Alinea Penuh Kalimat Topik
Seluruh kalimat yang membangun alinea sama pentingnya sehingga tidak satu pun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik. Kondisi demikian itu biasa terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat topik karena kalimat yang satu dan yang lainnya sama-sama penting. Alinea semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian bersifat deskriptif dan naratif terutama dalam karangan fiksi.
Berdasarkan sifat isinya, alinea dapat digolongkan atas lima macam, yaitu :
a. Alinea persuatif, jika isi alinea mempromosikan sesuatu dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca.
b. Alinea argumentatif, jika isi alinea membahas satu masalah dengan bukti-bukti alasan yang mendukung.
c. Alinea naratif, jika isi alinea menuturkan peristiwa atau keadaan kedalam bentuk cerita.
d. Alinea deskriptif, jika isi alinea melukiskan atau menggambarkan sesesuatu dengan bahasa.
e. Alinea ekspositoris, jika isi alinea memaparkan sesuatu fakta atau kejadian tertentu.
Jenis Alinea Menurut Fungsinya dalam Karangan
Berdasarkan fungsinya dalam karangan alinea dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu alinea pembuka, alinea pengembang, dan alinea penutup. Ketiga jenis alinea itu memiliki fungsi tersendiri yang membedakannya satu sama lain.
a. Alinea Pembuka
Isi alinea pembuka bertujuan mengutarakan suatu aspek pokok pembicaraan dalam karangan. Sebagai bagian yang mengawali sebuah karangan, alinea pembuka harus dapat difungsikan untuk
• menghantar pokok pembicaraan.
• menarik minat dan perhatian pembaca.
• menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Setelah menilik ketiga fungsi tersebut diatas dapat dikatakan alinea pembuka memegang peranan yang sangat penting didalam sebuah karangan. Alinea pembuka harus disajikan dalam bentuk yang menawan pembaca. Untuk itu, bentuk-bentuk berikut ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan menulis alinea pembuka, yaitu :
• Kutipan, peribahasa, anekdot.
• Uraian mengenai pentingya pokok pembahasan.
• Suatu tantangan atas pendapat atau pernyataan seseorang.
• Uraian tentang pengalaman pribadi .
• Uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan.
• Sebuah pertanyaan.
b. Alinea Pengembang
Alinea pengembang berkaitan erat dengan posisi kalimat topik karena kalimat topiklah yang mengandung inti permasalahan atau ide utama alinea. Pengembangan alinea deduktif, misalnya, yang menemptkan ide/gagasan utama pada awal alinea, pasti berbeda dengan pengembangan alinea induktif yang merupakan kebalikan alinea deduktif.
Metode pengembangan alinea akan bergantung pula pada sifat informasi yang akan disampaikan : persuatif, argumentatif, naratif, deskriptif, atau ekspositoris. Memilih salah satu metode pengembangan alinea yang dianggap paling tepat dan efektif. Diantara banyak metode pengembangan alinea terdapat di dalam buku-buku komposisi, disini diangakat enam metode yang umum dipakai untuk mengembangkan alinea dalam penulisan karangan.
Metode yang di maksud adalah :
• Metode definisi
• Metode proses
• Metode contoh
• Metode sebab-akibat
• Metode umum-khusus
• Metode klasifikasi
c. Alinea Penutup
Alinea penutup berisi simpulan bagian karangan (subbab, bab ) atau simpulan seluruh karangan. Alinea ini sering merupakan pernyataan kembali maksud penulis agar lebih jelas. Mengingat alinea penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan, penyajiannya harus memperhaitikan hal berikut ini:
• Sebagai bagian penutup, alinea ini tidak boleh terlalau panjang.
• Isi alinea harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cermin inti seluruh uaraian.
• Sebagai bagian yang pling akhir dibaca, hendaknya alinea ini dapat menimbulkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.
SYARAT-SYARAT ALINEA YANG BAIK
Syarat-syarat alinea yang baik, yaitu :
• Setiap alinea mengandung makna,pesan,pikiran,atau ide pokok yang relevan dengan ide pokok keseluruhan karangan.
• Alinea umumnya dibangun oleh sejumlah kalimat.
• Alinea adalah satu kesatuan ekspresi pikiran.
• Alinea adalah kesatuan yang koheren dan padat
• Kalimat-kalimat alinea tersusun secara logis-sistematis
CIRI-CIRI KALIMAT UTAMA DAN KALIMAT PENJELAS
Kalimat Utama atau Kalimat Pokok adalah kalimat yang digunakan sebagai tempat menuangkan pokok pikiran atau gagasan utama. Pokok pikiran atau gagasan utama sama dengan ide pokok gagasan pokok.
Ciri-ciri kalimat utama :
• Biasanya diletakkan pada awal paragraph, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian akhir paragraph.
• .Suatu kalimat berisikan kalimat utama ditandai oleh kata-kata kunci seperti
 Sebagai kesimpulan….
 Yang penting….
 Jadi, …..
 Dengan demikian…

• Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat penjelas.
Kalimat Penjelas adalah kalimat yang berisi gagasan yang mendukung atau menjadi penjelas kalimat utama. Kalimat-kalimat penjelas tersebut dalam setiap paragraph harus membentuk satu kesatuan gagasan.
Ciri-ciri kalimat penjelas:
a. Berisi penjelasan seperti:
 Contoh-contoh
 Rincian
 Keterangan
 Dll.
b. Kalimat penjelas biasanya memerlukan kalimat penghubung.
c. Selalu menghubungkan kalimat-kalimat dalam paragraph.

MANFAAT OUTLINE DAN LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT OUTLINE

Nama :Safira Kamila
Kelas :3EB06
NPM :23209826

MANFAAT OUTLINE
Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang memuat garis- garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur dan teratur.
Manfaat Kerangka Karangan/Outline
• Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah.
• Untuk menyusun karangan secara teratur. Kerangka karangan membantu penulis untuk melihat gagasan-gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat, apakah gagasan-gagasan itu sudah disajikan dengan baik, harmonis dalam perimbangannya.
• Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda. Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks dari seluruh karangan itu, terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda kepentingannya terhadap klimaks utama tadi. Tiap bagian juga mempunyai klimaks tersendiri dalam bagiannya. Supaya pembaca dapat terpikat secara terus menerus menuju kepada klimaks utama, maka susunan bagian-bagian harus diatur pula sekian macam sehingga tercapai klimaks yang berbeda-beda yang dapat memikat perhatian pembaca.
• Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih, sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu, karena hal itu hanya akan membawa efek yang tidak menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul maka pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian terdahulu berbeda dengan yang diutarakan pada bagian kemudian, atau bahkan bertentangan satu sama lain. Hal yang demikian ini tidak dapat diterima. Di pihak lain menggarap suatu topik lebih dari satu kali hanya membuang waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian pada topik tadi yang akan diuraikan, sedangkan di bagian lain cukup dengan menunjuk kepada bagian topik tadi.
• Memudahkan penulis mencari materi pembantu. Dengan mempergunakan rincian-rincian dalam kerangka karangan penulis akan dengan mudah mencari data-data atau fakta-fakta untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya. Atau data dan fakta yang telah dikumpulkan itu akan dipergunakan di bagian mana dalam karangannya itu.
Bila seorang pembaca kelak menghadapi karangan yang telah siap, ia dapat menyusutkan kembali kepada kerangka karangan yang hakekatnya sama dengan apa yang telah dibuat penggarapnya. Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyelurih, bukan secara terlepas-lepas.
LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT OUTLINE
Langkah-langkah membuat outline adalah :
a. Pola Alamiah Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu berdasarkan urutan ruang, urutan waktu, dan urutan topik yang ada.
b. Pola Logis Pola logis berdasar urutan.
 Klimaks – anti klimaks
 umum – khusus
 sebab – akibat
 proses
 dan lain-lain.

PERBEDAAN TOPIK,TEMA DAN JUDUL

Nama :Safira Kamila
Kelas :3EB06
NPM :23209826

1. a.Jelaskan Perbedaan Topik.Tema dan Judul?
b.Sebutkan syarat dan ciri-ciri dari ketiga hal tersebut?
c.Bagaimana cara membatasi topik?
PERBEDAAN TOPIK,TEMA DAN JUDUL
Topik, tema, dan judul pada dasarnya hampir sama maknanya, yaitu pokok pembicaraan dalam diskusi atau dialog, pokok pikiran suatu karangan.

• TOPIK

Pengertian topik adalah berasal dari bahasa Yunani “topoi” yang berarti tempat, dalam tulis menulis bebarti pokok pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan suatu artikel, contohnya:
Pokok pembicaraan dalam diskusi, ceramah, karangan.

• TEMA

Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu sendiri.
• JUDUL
Pengertian Judul
Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersipat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan.
SYARAT DAN CIRI-CIRI TOPIK,TEMA DAN JUDUL
Syarat topik yang baik, yaitu:
1. Topik harus menarik perhatian penulis.
Topik yang menarik perhatian akan memotivasi pengarang penulis secara terus-menerus mencari data-data untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.Penulis akan didorong agar dapat menyelesaikan tulisan itu sebaik-baiknya.Suatu topik sama sekali tidak disenangi penulis akan menimbulkan kesalahan.Bila terdapat hambatan ,penulis tidak akan berusaha denngan sekuat tenaga untuk mengumpulkan data dan fakta yang akan digunakan untuk memecahka masalah.
2. Diketahui oleh penulis.
Penulis hendaklah mengerti atau mengetahui meskipun baru prinsip-perinsip ilmiahnya.
Contoh:
• Mencari sumber-sumber data .
• Metode atau penerapan yang digunakan.
• Metode analisis yang akan digunakan.
• Buku-buku referensi yang digunakan.
3. Jika ingin menulis topik sebaiknya jangan sebagai pemula atau penulis topik baru karena kemungkinan belum adanya sumber topik yang ingin dibahas atau yang ditentukan
4. Topik yang dipilih harus bermanfaat, karena dapat mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan dan dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
5. . Jangan terlau luas.
Penulis harus membatasi topik yang akan ditulis.Setipa penulis harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan berbatas untuk digarap sehingga tulisannya dapat terfokus.
6. Topik yang dipilih harus berada disekitar kita.
7. Topik yang dipilih harus yang menarik.
8. Topik yang dipilih ruang lingkup sempit dan terbatas.
9. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif.
10. Topik yang dipilih harus kita ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya. topik yang di pilih jangan terlalu baru.
11. Topik yang dipilih memiliki sumber acuan.
Syarat Tema yang baik, adalah :
1. Tema menarik perhatian penulis.
Tema yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha terus- menerus mencari data untuk memecahakan masalah-masalah yang dihadapi, penulis akan berusaha terus untuk mecipatakan tulisannya agar dapat menyelesaikan karya tulis itu sebaik-baiknya.
2. Tema dikenal/diketahui dengan baik.
Maksudnya penulis dapat memahami dasar-dasar karya tulis yang diketahui oleh penulis. Berdasarkan prinsip karya tulis yang diketahuinya, penulis akan berusaha sekuat tenaga mencari data melalui penelitian, observasi, wawancara, dan sebagainya sehingga pengetahuannya mengenai masalah itu bertambah maka ia sanggup membedakan tema itu sebaik-baiknya.
3. Bahan-bahannya dapat diperoleh.
Sebuah tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di sekitar kita atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya.
4. Tema dibatasi ruang lingkupnya.
Tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya.
Syarat Judul yang baik, adalah :
1. Asli
Jangan menggunakan judul yang sudah pernah ada, bila terpaksa dapat dicarikan sinonimnya

2. Relevan
Setelah menulis,baca ulang karangan yang dibuat sendiri, lalu carilah judul yang relevan dengan karangan sendiri ( harus mempunyai pertalian dengan temanya, atau ada pertalian atau ikatan dengan beberapa bagian penting dari tema tersebut).
3. Provokatif
Judul tidak boleh terlalu sederhana, sehingga pembaca sudah dapat menduga isi karangan anda, kalau pembaca sudah dapat menebak isinya tentu karangan anda sudah tidak menarik lagi.
4. Singkat
Judul tidak boleh bertele-tele, harus singkat dan langsung pada inti yang ingin dibicarakan sehingga maksud yang ingin disampaikan dapat tersampaikan lewat judul.
5. Harus bebentuk frasa
6. Awal kata harus huruf kapital kecuali preposisi dan konjungsi.
7. Tanpa tanda baca di akhir judul karangan.
8. Menarik perhatian.
9. Logis.
10. Sesuai dengan isi.
Ciri-ciri Topik. yaitu :
1. Topic harus menarik perhatian si pembaca, sehingga mampu menimbulkan rasa keingintahuan pembaca.
2. Mencakup keseluruhan isi cerita
Ciri-ciri Tema, yaitu :
1. Dalam novel dan cerpen, tema biasanya dapat dilihat melalui persoalan yang dikemukakan.
2. Tema juga dapat dilihat melalui cara-cara watak itu bertentangan satu sama lain, bagaimana cerita diselesaikan.
3. Tema dapat dikesan melalui peristiwa, kisah, suasana dan unsur lain seperti nilai kemanusiaan yang terdapat dalam cerita, plot cerita, perwatakan dalam sebuah cerita.
Ciri-ciri Judul, yaitu :
1. Relevan dengan tema cerita tersebut, atau ada keterkaitan dengan beberapa bagian penting dari tema tersebut.
2. Biasanya judul harus provokatif dengan menarik si pembaca dan menimbulkan keingintahuan pembaca terhadap isi cerita tersebut.
3. Judul terdiri dari lima kata dan diusahakan tidak boleh lebih.
4. Judul tidak boleh mengambil bentuk kalimat atau frasa yang panjang, tetapi berbentuk kata yang singkat.
5. Judul harus mencerminkan Topik atau Tema, tidak boleh menyimpang.
Cara membatasi Topik, yaitu :
Pembatasann topik sekurang-kurangnya dapat membantu pengarang dalam beberapa hal :
1. Memungkinkan pennulis penuh dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa topik tersebut benar-benar diketahuinnya.
2. Memungkinkan penulis mengadakan penelitian lebih sesering mungkin untuk memecahkan masalahnya.
Membatasi Topik dalam Karangan, yaitu :
Seorang penulis harus membatasi topik yang akan digarapnya. Setiap penulis harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan terbatas atau sangat khusus untuk digarap, sehingga tulisannya dapat terfokus.
Pembatasan topik sekurang-kurangnya akan membantu pengarang dalam beberapa hal:
1. Pembatasan memungkinkan penulis untuk menulis dengan penuh keyakinan dan kepercayaan, karena topik itu benar-benar diketahuinya.
2. Pembatasan dan penyempitan topik akan memungkinkan penulis untuk mengadakan penelitian yang lebih intensif mengenai masalahnya. Dengan adanya pembatasan penulis akan lebih mudah untuk memilih tulisan yang akan dikembangkan.

Kamis, 27 Oktober 2011

PERBEDAAN KARYA ILMIAH, DENGAN KARYA NON ILMIAH

Nama : SAFIRA KAMILA
Kelas : 3EB06
NPM : 23209826
Karya Ilmiah

Karya ilmiah atau biasa disebut karangan ilmiah merupakan suatu tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis dan menyajikan fakta umum serta ditulis menurut metedologi penulisan yang benar. Karya ilmiah ditulis dengan bahasa yang konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya teknis dan didukung fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya .

Menurut JohnDewey ada lima langkah pokok proses ilmiah, antara lain :

1. mengenali dan merumuskan masalah
2. menyusun kerangka berpikir dalam rangka penarikan hipotesis
3. merumuskan hipotesis ataudugaan hasil sementara
4. menguji hipotesis
5. menarik kesimpulan.

ciri-ciri karya ilmiah antara lain:
1. Objektif.
Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya.Juga setiap pernyataan atau simpulan yangdisampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan

2. Netral
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
3. Sistematis
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti polapengembangan tertentu
4. Logis
Kelogisan bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktifpola induktif digunakan untuk menyimpulkan suatu fakta sebaliknya pola deduktif digunakan untuk membuktikan suatu teori

5. Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan)
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta
6. Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan atau langsung tepat menuju sasaran
7. Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

2. Karya Non Ilmiah

Karya non ilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum, ditulis berdasarkan fakta pribadi, umumnya bersifat subyektif, gaya bahasa biasanya abstrak , gaya bahasanya formal dan popular.

Karya non ilmiah bersifat:

1. Emotif : kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi.
2. Persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative.
3. Deskriptif : pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif.
4. Kritik tanpa dukungan bukti.

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Nonilmiah

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam tulis-menulis. Kita dapat membedakannya dari masing-masing pengertian antara karya ilmiah dan karya non ilmiah.

LANGKAH-LANGKAH DALAM METODE ILMIAH

Nama : SAFIRA KAMILA
Kelas : 3EB06
NPM : 23209826
Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut:
1. Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)
2. Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)
3. Prediksi (deduksi logis dari hipotesis)
4. Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)
Karakterisasi
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi.
Prediksi dari hipotesis
Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.
Eksperimen
Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari hipotesis. Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat dilakukan. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis. Eksperimen bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York ke Paris dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen, untuk membantu dalam pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan. Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen

PENGERTIAN PENALARAN DAN MACAM-MACAM SERTA PENERAPANYA

Nama : SAFIRA KAMILA
Kelas : 3EB06
NPM : 23209826
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Ada dua macam metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Senin, 24 Oktober 2011

PENGUMPULAN DATA

PENGUMPULAN DATA

KELOMPOK 2 :
AMELIA AGNEHS (26209387)
ARVIANTO PRAMANDA (25209087)
DEWI FEFRIYANTI (22209849)
DWIKA YUNITA SARI (23209791)
INGGRIANY WIJAYA (26209096)
MUHAMMAD RIDWAN (20209145)
NURUL FARADILAH (25209797)
SAFIRA KAMILA (23209826)
SHINTA HARJANTI (25209351)
SYARIFAH YULIA KURNIANINGSIH (22209948)
YUYUN ROSIDA (21209326)
A. Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian.
Variabel-variabel yang diteliti terdapat pada unit analisis yang bersangkutan dalam sampel penelitian. Data yang dikumpulkan dari setiap variabel ditentukan oleh definisi operasional variabel yang bersangkutan. Definisi operasional itu menunjuk pada dua hal yang penting dalam hubungannya dengan pengumpulan data, yaitu indikator empiris dan pengukuran.
Indikator empiris menunjuk pada yang diamati dari variabel yang bersangkutan, dan pengukuran menunjuk pada kualitas yang diamati. Sehubungan dengan masalah pengukuran ini, harus disadari bahwa kita menghadapi obyek yang berbeda-beda yang mengakibatkan adanya variasi dalam pengukuran. Prof. Dr. Sutrisno Hadi, M.A. menyebutkan 5 variasi pada pengukuran, yaitu:
1. perbedaan yang terdapat dalam obyek-obyek yang dukur,
2. perbedaan situasi pada saat pengukuran dilakukan,
3. perbedaan alat pengukuran yang digunakan,
4. perbedaan penyelenggeraan atau administrasinya,
5. perbedaan pembacaan dan atau penilaian hasil pengukurannya.
Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam melakukan pengumpulan data. Masalah validitas reliabilitas merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah pengukuran ini. Alat ukur dikatakan valid apabila alat itu mengukur yang diukurnya dengan teliti. Proses pengumpulan data itu sendiri menurut Nan Lin pada umunya terdiri atas 8 tahap, sebagai berikut:
1. Tinjauan literatur dan konsultasi dengan ahli
Pengumpulan data biasanya diawali dengan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninjau literatur yang relevan dan konsultasi dengan para ahli. Melalui usaha-usaha ini peneliti berusaha memahami benar-benar isu penelitian, konsep, dan variable-variabel yang dipergunakan oleh peneliti lain dalam mempelajari hal yang serupa di masa lalu, dan hipotesis-hopotesis yang pernah diteliti pada waktu lalu. Perlu juga dipahami ciri-ciri orang yang menjadi responden kita dalam penelitian.
2. Mempelajari dan melakukan pendekatan terhadap kelompok masyarakat di mana data akan dikumpulkan.
Maksudnya supaya peneliti yang bersangkutan dapat diterima di dalam kelompok masyarakat itu dan memahami berbagai kebiasaan yang berlaku di dalamnya. Untuk itu perlu dikaitkan pendekatan terhadap tokoh-tokoh yang bersangkutan.
3. Membina dan memanfaatkan hubungan yang baik dengan responden dan lingkungannya.
Untuk maksud tersebut peneliti perlu mempelajari kebiasaan-kebiasaan respondennya termasuk cara mereka berpikir, cara mereka melakukan sesuatu, bahasa yang dipergunakan, waktu luang mereka, dan sebagainya.
4. Uji coba atau pilot study
Pengumpulan data didahului dengan uji coba instrumen penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan bagian dari populasi yang bukan sample. Maksudnya untuk mengetahui apakah instrument tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dapat dipahami, dan sebagainya.
5. Merumuskan dan menuyusun pertanyaan
Setelah hasil uji coba itu dipelajari, disusunlah instrumen penelitian dalam bentuknya yang terakhir berupa pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Pertanyaan itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga ia mengandung makna yang signifikan dan substansif.
6. Mencatat dan memberi kode (recording and coding)
Melalui instrumen penelitian yang telah dipersiapkan, dilakukan pencatatan terhadap data yang dibutuhkan dari setiap responden. Informasi-informasi yang diperoleh dari pencatatan ini diberi kode guna memudahkan proses analisis.
7. Cross checking, validitas, dan reliabilitas
Tahap ini terdiri atas cross checking terhadap data yang masih diragukan kebenarannya, serta memeriksa validitas dan reliabilitasnya.
8. Pengorganisasian dan kode ulang data yang telah terkumpul supaya dapat dianalisis.
B. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian, dilakukan dengan metode tertentu sesuai dengan tujuannya. Dalam proses pengumpulan data tentu diperlukan sebuah alat atau instrumen pengumpul data. Alat pengumpul data dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama alat pengumpul data dengan menggunakan metode tes dan metode non tes.
1. Pengumpulan Data dengan Metode Tes
Tes merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Keunggulan metode ini adalah lebih akurat karena tes berulang-ulang direvisi dan instrument penelitian yang objektif. Sedangkan kelemahan metode ini adalah hanya mengukur satu aspek data, memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara berulang-ulang, dan hanya mengukur keadaan siswa pada saat tes itu dilakukan. Adapun jenis-jenis tes, yaitu:
a. Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.
b Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.
c Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
d Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu.
Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.
e Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
f Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini adalah taraf prestasi dalam belajar.
2. Pengumpulan Data dengan Metode Non Tes
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan dengan data-data yang dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes. Adapun jenis-jenis metode non tes, yaitu:
a. Observasi
Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Berikut alat dan cara melaksanakan observasi. Keunggulan metode ini adalah banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya lebih akurat dan sulit dibantah, banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi, misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau menisci kuesioner, kejadian yang serempak dapat diamati dan dan dicatat serempak pula dengan memperbanyak observer, dan banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan hasil penelitian. Kelemahan metode ini adalah observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat, kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan, banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia, dan oberservasi sering menjumpai observer yang bertingkah laku baik dan menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu, sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan observasi tidak dapat dilakukan. Berikut ini adalah alat dan cara melaksanakan observasi, yaitu:
1. Catatan Anekdot (Anecdotal Record )
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian, catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian tersebut.
2. Catatan Berkala (Incidental Record)
Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya suatu gejala tetapi tidak dilakukan terus menerus, melainkan pada waktu tertentu dan terbatas pula pada jangka waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali pengamatan.
3. Daftar Chek (Check List )
Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis gejala yang diamati.
4. Skala Penilaian (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list. Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejal tersebut.
5. Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung, karena sebagian atau seluruh peristiwa direkan dengan alat elektronik sesuai dengan keperluan.
b. Angket atau kuesioner (questionnaire)
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertnyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya. Kuesioner merupakan metode penelitian yang harus dijawab responden untuk menyatakan pandangannya terhadap suatu persoalan. Sebaiknya pertanyaan dibuat dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti dan kalimat-kalimat pendek dengan maksud yang jelas. Penggunaan kuesioner sebagai metode pengumpulan data terdapat beberapa keuntungan, diantaranya adalah pertanyaan yang akan diajukan pada responden dapat distandarkan, responden dapat menjawab kuesioner pada waktu luangnya, pertanyaan yang diajukan dapat dipikirkan terlebih dahulu sehingga jawabannya dapat dipercaya dibandingkan dengan jawaban secara lisan, serta pertanyaan yang diajukan akan lebih tepat dan seragam. Kuesioner dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Kuesioner tertutup
Setiap pertanyaan telah disertai sejumlah pilihan jawaban. Responden hanya memilih jawaban yang paling sesuai.
2. Kuesioner terbuka
Dimana tidak terdapat pilihan jawaban sehingga responden haru memformulasikan jawabannya sendiri.
3. Kuesioner kombinasi terbuka dan tertutup
Dimana pertanyaan tertutup kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka.
4. Kuesioner semi terbuka
Pertanyaan yang jawabannya telah tersusun rapi, tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban.
c. Wawancara
Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan siswa. Selama proses wawancara petugas bimbingan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan dan jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-hal yang diungkapkan kepadanya. Secara garis besar aa dua macam pedoman wawancara, yaitu:
1. Pedoman wawasan tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. Jenis interviu ini cocok untuk penilaian khusus.
2. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda (check) pada nomor yang sesuai.
Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk “semi structured”. Dalam hal ini maka mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.
d. Studi Dokumenter (documentary sudy)
Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.
e. Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang dibuat oleh siswa mengenai riwayat hidupnya sampai pada saat sekarang. Riwayat hidup itu dapat mencakup keseluruhan hidupnya dimasa lamoau atau hanya beberapa aspek kehidupannya saja. Keunggulan metode ini adalah di samping menceritakan kejadian-kejadian dimasa lalu terungkap pula pikiran dan perasaan subjektif tentang kejadian tersebut, menolong Konselor memahami kehidupan batin siswa dan membantu siswa menyadari garis besar riwayat perkembangannya sampai sekarang, berunsur subjektifitas sehingga siswa menggambarkan duniaini, dilihat dari sudut pandang sendiri (internal frame of reference). Sedangkan kelemahan metode ini adalah unsur subjektifitas juga menimbulkan kesulitan bagi interpretasi, karena siswa cenderung melebihkan-lebihkan kebaikan atau kelemahan sendiri dan menilai peranan orang lain secara berat sebelah dan memerlukan waktu yang lama,
f. Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang
jaringan sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil antara 10-50 orang, data diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota kelompok.
Keunggulan metode ini adalah mungkin kelebihan terbesar teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain. Sedangkan kelemahan metode ini adalah perlu diketahui bahwa tes sosiometri, tidak memberikan jawaban yang pasti. Tes ini hanya bisa memberikan indikasi struktur social atau petunjuk bagi peneliti tentang individu pada periode tertentu, seluruh teori sosiometri atau postulatnya belum dites dan dikembangkan sampai pada tingkat yang tak tersangkal kebenarannya, dan siswa cenderung memilih bukan atas dasar pertimbangan dengan siapa dia akan paling berhasil dalam melakukan kegiatan (sosiogroup) melainkan atas dasar simpati dan antipati (psychogroup).

DAFTAR PUSTAKA
Ardhana. 2008. “Teknik Pengumpulan Data kualitatif.” (http://ardhana12.wordpress.com)
Kriswanto, Joni. 2008. “Metode Pengumpulan Data.” (http://jonikriswanto.blogspot.com)
Susanto, Eko. 2008. “Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data.” (http://eko13.wordpress.com)

Kamis, 29 September 2011

PENALARAN DEDUKTIF

KELOMPOK 2 : AMELIA AGNEHS (26209387)
ARVIANTO PRAMANDA (25209087
DEWI FEFRIYANTI (22209849)
DWIKA YUNITA SARI (23209791)
INGGRIANY WIJAYA (26209096)
MUHAMMAD RIDWAN (20209145)
NURUL FARADILAH (25209797)
SAFIRA KAMILA (23209826)
SHINTA HARJANTI (25209351)
SYARIFAH YULIA KURNIANINGSIH (22209948)
YUYUN ROSIDA (21209326)


KELAS : 3EB06



A. Pendahuluan
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
B. Berpikir deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
Pada induksi kita berjalan dari bukti naik ke undang. Pada cara deduksi adalah sebaliknya. Kita berjalan dari Undang ke bukti. Kalau kita bertemu kecocokan antara undang dan bukti, maka barulah kita bisa bilang, bahwa undang itu benar.
Kalau kita sudah terima, bahwa semua benda kehilangan berat dalam semua cair, maka kita ambil satu benda dan satu zat cair buat penglaksanaan. Kita ambil sepotong timah, kita timbang beratnya di udara. Kita dapat B gram. Kita masukkan timah tadi ke dalam air. Kita timbang beratnya air yang dipindahkan oleh timah tadi, kita dapati b gram. Menurut undang Archimedes timah tadi mesti kehilangan berat b gram. Jadi ditimbang dalam air, beratnya menurut Archimedes mestinya (B-b) gram. Sekarang kita ambil beratnya dan timbangan timah yang terbenam tadi. Betul kita dapat (B-b) gr. Jadi betul cocok dengan undang Archimedes. Sekarang induction sudah beralasan deduction, kebenaran undang sudah di sokong oleh penglaksanaan. Berulang-ulang kita lakukan pemeriksaan kita dengan benda dan zat cair berlainan dan berulang-ulang kita saksikan kebenaran undangnya Archimedes, pemikir Yunani itu. (Madilog. hal 104. Tan Malaka, Pusat Data Indikator).

C. Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
D. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan umum ke individual.
Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan pernyataan atau kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya.
Contoh klasik dari penalaran deduktif:
• Semua makhluk hidup pasti mati (premis mayor)
• Semut adalah makhluk hidup (premis minor)
• Semut pasti mati (kesimpulan)
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif.
Menurut bentuknya, penalaran deduktif ada 2 macam,yaitu
1. Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Silogisme adalah penarikan konklusi secara deduktif tidak langsung yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis. Silogisme terdiri dari 3 macam, yaitu

a. Silogisme Kategorial yaitu silogisme yang disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor. Contoh:
Semua binatang herbivora memakan rerumputan dan tidak memakan daging.
Sapi merupakan binatang herbivora.
Jadi, sapi:binatang yang memakan rumput dan tidak memakan daging.
b. Silogisme Hipotisme yaitu silogisme yang terdiri dari premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Artinya, bila premis minornya membenarkan antenseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak antenseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Contoh:
My: Jika Ani datang terlambat,maka akan dihukum.
Mn: Ani terlambat.
K : Jadi, Ani akan dihukum.
c. Silogisme Alternatif yaitu silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternative. Artinya, bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternative yang lain. Contoh:
My: Dewi makan soto atau bubur.
Mn: Dewi makan soto.
K : Jadi, Dewi tidak makan bubur.

2. Entimen
Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimen. Entimen ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, silogisme ini jarang dikemukakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan, tetapi di dalam entimen salahsatu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui. Contoh:
Mencuri adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi dua:
a) Mencuri adalah dosa.
b) Karena(mencuri) merugikan orang lain.
Kalimat a) merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b) adalah premis minor(karena bersifat khusus. Maka silogisme dapat disusun
My :
Mn : mencuri merugikan orang lain.
K : mencuri adalah dosa.
Dalam silogisme diatas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya harus diingat bahwa premis mayor selalu bersifat umum jadi, tidak mungkin subjeknya “mencuri”. Dan untuk menemukan premis mayornya kita dapat menalar kembali seperti: “Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.”








E. Penutup
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.
Maka dapat disimpulkan bahwa nalar deduktif dan nalar induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.









DAFTAR PUSTAKA
http://filsafat.kompasiana.com/2010/08/22/nalar-induktif-dan-nalar-deduktif/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/09/penalaran-induktif-dan-deduktif-7/
http://nti0402.wordpress.com/2011/02/18/penalaran-deduktif/
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://nopi-dayat.blogspot.com/2010/03/penalaran-deduktif.html

Jumat, 13 Mei 2011

Peranan Lembaga Konsumen Dan Hak-Hak Konsumen

Nama : Safira Kamila
Kelas : 2EB06
NPM : 23209826

Jaminan Hak Konsumen
Berdasarkan UU Nomor Tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Nah, dari itu, perlindungan konsumen fokusnya bertujuan pada usaha meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
Sebenarnya, adanya UU ini cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat tentang upaya menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan, konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, kewajiban mereka untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumenpun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
Hak-hak konsumen dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, telah diatur secara jelas. Konsumen mempunyai hakatas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Kemudian konsumen berhak pula atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai kualitasnya atau tidak sebagaimana mestinya. Namun, memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena mereka belum memahami hak-hak mereka dan terkadang sudah menganggap itu persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakan secara massif antar elemen masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan konsumen.

Peran Lembaga Pengawasan
Secara nasional, selama ini dapat dinilai bahwa yang bertanggung jawab terhadap pengawasan peredaran barang-barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat adalah BPOM dan departemen terkait yang mengeluarkan izin produksi, perdagangan dan peredaran suatu produk. Mestinya pihak-pihak ini teliti sebelum mengeluarkan izin terhadap suatu produk, jangan sampai di ‘kibuli’ pengusaha, yang akhirnya rakyat dirugikan oleh hadirnya produk yang membahayakan. Padahal seperti kasus formalin, HIT dan juga minuman isotonik misalnya, ini kan kasus yang sebenarnya sudah lama diketahui, namun ketika media ramai-ramai mengangkatnya, barulah mereka bergerak.
Untuk konteks daerah, BPOM dan dinas-dinas terkait juga selalu reaktif dalam menanggapi persoalan. Seharusnya mereka lebih proaktif dan antisipatif, bukan menunggu telah muncul kasus ke permukaan akibat keluhan konsumen baru mereka bertindak.
Kemudian, problem pembinaan terhadap pelaku usaha juga mesti diperhatikan agar tumbuh kesadaran mereka untuk tidak memproduksi produk-produk yang tidak berkualitas dan menjualnya kepada konsumen. Lebih lanjut, penindakan secara hukum mesti tegas agar tidak menjadi preseden buruk dan kejadiannya berulang.
Salah satu Lembaga Perlindungan Konsumen yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
LPKSM adalah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Ruang lingkup kegiatan LPKSM meliputi: penanganan pengaduan konsumen, pendidikan konsumen, penerbitan majalah/buku konsumen, penelitian dan pengujian, dan advokasi kebijakan.

Upaya Penyelesaian Sengketa Konsumen
Ada berbagai macam usaha yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa konsumen, namun sebelum mengambil keputusan untuk melakukan tindakan/aksi terhadap terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, terlebih dahulu harus jelas hasil (outcame) apa yang diharapkan konsumen dari tindakan tersebut.
1. Mengajukan pengaduan kepada Asosiasi Industri,
2. Membuat pengaduan ke Pelaku Usaha,
3. Menulis surat pembaca di media cetak,
4. Membuat pengaduan ke LPKSM,
5. Membuat Pengaduan / laporan tindak pidana ke Kepolisian,
6. Mengirimkan somasi ke Pelaku Usaha,
7. Mengajukan gugatan secara perorangan,
8. Mengajukan Gugatan Perdata secara Perwakilan Kelompok (Class Action),
9. Meminta LPKSM mengajukan Gugatan Legal Standing,
10. Penyelesian sengketa konsumen Melalui Badan Penyelaian Sengketa Konsumen (BPSK),
11. Mengajukan Pengaduan kepada Komisi Ombudsman Nasional,
12. Mengajukan Pengaduan kepada Komisi Periklanan Indonesia, dan
13. Mengajukan Pengaduan kepada Organisasi Profesi.

Dasar hukum pengaduan konsumen
1. Perbuatan Melawan Hukum (Onrecchmatige Daad)
Perbuatan melawan hukum yang diatur pasal 1365 KUHPerdata selalu dijadikan pijakan dalam gugatan perdata. Isinya adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melawan hukum dapat dipahami baik dalam arti sempit (terbatas kepada pelanggaran undang-undang), maupun dalam arti luas (meliputi pelanggaran terhadap undang-undang dan perbuatan manusia yang melanggar hak-hak orang lain). Empat unsur yang harus dipenuhi dalam konstruksi hukum perbuatan melawan hukum: 1) Adanya perbuatan melanggar hukum; 2) Menimbulkan kerugian; 3) Adanya unsur kesalahan, dan 4) Ada hubungan kausalitas antara perbuatan hukum dan kerugian yang timbul.
2. Wansprestasi/Cidera
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa belanda yang berarti prestasi buruk. Wansprestasi dapat berupa: 1) Tidak melaksanakan apa yang sudah diperjanjikan; 2) Melaksanakan yang diperjanjikan tidak sebagaimana mestinya; 3) Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; dan 4) Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Persoalan di lapangan adalah pengertian perjanjian dalam wanprestasi terbatas pada perjanjian yang ditandatangani kedua belah pihak. Tidak termsuk korespondensi, brosur, leaflet yang kadang juga berisi janji-janji pelaku usaha kepada konsumen.

Kewajiban Konsumen
Untuk itu, konsumenpun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. Sosialisasi perlindungan konsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah ke bawah inilah yang lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan perlindungan konsumen akibat ketidakpahaman mereka.
Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism). Untuk peningkatan kesadaran dan kewaspadaan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa, demi keamanan dan keselamatan. Maka telitilah sebelum membeli dan mengkonsumsi suatu produk

UU Anti Monopoli dan Dampaknya terhadap Usaha Kecil Menengah

Nama : Safira Kamila
Kelas : 2EB06
NPM : 23209826

Dalam usia empat tahun berlakunya UU, Antimonopoli tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ingin mendapatkan masukan dari stakeholdernya, seperti dari pelaku usaha, ahli hukum persaingan, praktisi hukum, pemerintah, DPR dan lain-lain. Sebagai pelaku usaha saya diminta juga memberikan suatu tinjauan terhadap pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut. Untuk itu saya memberi judul makalah saya “Peranan UU No. 5/1999 Dalam Dunia Bisnis di Indonesia”. Dalam paper ini akan ditinjau dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis Indonesia.
Untuk mengetahui dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis, maka perlulah dilihat tujuan dari UU Antimonopoli. Berhasil tidaknya pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut dapat diukur, jika tujuan UU Antimonopoli tersebut dapat dicapai. Dari kacamata pelaku usaha tujuan UU Antimonopoli yang ditetapkan di dalam pasal 3 tersebut adalah menjadi harapan para pelaku usaha, yaitu
1. terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha, bagi pelaku usaha besar, menengah dan pelaku usaha kecil

2. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat;

3. terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; dan yang terakhir sebagai akibat dari tiga tujuan sebelumnya adalah

4. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari keempat tujuan tersebut dapat dirumuskan secara sederhana menjadi tiga tujuan yang pertama memberi kesempatan yang sama bagi setiap orang/pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, yang kedua menciptakan (terselenggararanya) persaingan usaha yang sehat, dan yang ketiga meningkatkan kesejahteraan masyarakat .
Semangat Undang-Undang Nomor 5
Secara umum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 lahir dalam rangka mendorong persaingan yang sehat sehingga iklim berusaha lebih fair, dan kondusif untuk menjamin industri yang kompetitif bisa tumbuh dan
berkembang serta kesejahteraan masyarakat lebih terjamin. Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 pada dasarnya melarang tiga hal pokok yaitu a) perjanjian yang dilarang, b) kegiatan yang dilarang serta c) posisi dominan dalam pasar. Pelaku usaha yaitu usaha besar dan menengah dilarang melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengendalikan produksi atau pemasaran suatu barang atau jasa tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya praktek memonopoli atau terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam undang-undang tersebut maka hanya usaha besar dan menengah saja yang terkena larangan, karena Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 secara tegas memberikan pengecualian kepada usaha kecil dan koperasi.

Perjanjian yang dilarang oleh undang-undang ini adalah a) membuat perjanjian penetapan harga jual suatu produk atau jasa, b) melakukan diskriminasi harga, c) melakukan boikot, d) membuat perjanjian tertutup, e) industri yang berbentuk oligopoli, f) melakukan predatory pricing, g) melakukan pembagian wilayah, h) membentuk kartel, i) melakukan praktek trust, serta j) membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Disamping adanya pelarangan atas perjanjian dan perilaku tertentu juga dilarang praktek yang memanfaatkan posisi dominan dalam pasar. Semua praktek yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara universal diyakini sebagai bentuk yang tidak fair karena tindakan tersebut akan mengarah pada terciptanya struktur pasar yang
monopolistik.

Ada beberapa argumentasi yang
dapat ditelusuri atas pengecualian yang diberikan kepada usaha kecil dan koperasi yang melayani anggotanya sebagai berikut:
1. Pengecualian bagi Usaha Kecil
Pengecualian bagi usaha kecil dari larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 dapat diterima karena beberapa alasan sebagai berikut:

a . Dampak ekonomis. Manakala usaha kecil secara individu melakukan praktek sebagaimana yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka diperkirakan tidak memiliki dampak ekonomis yang
membahayakan bagi masyarakat luas.
b. Skala usaha. Batasan skala usaha yang ditetapkan dalam undangundang dapat digunakan sebagai batas kapan sebuah perusahaan boleh melakukan praktek yang dilarang. Seandainya usaha kecil melakukan praktek yang di l a r ang untuk membe s a rkannya menj adi usaha menengah, maka begitu dia menduduki kategori sebagai usaha menengah saat itu pula dia terlarang dari praktek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
c . Ketebatasan kapasitas. Usaha berskala kecil diyakini tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menguasai pasar, dengan demikian tidak ada dorongan dan insentif untuk melakukan praktek monopolisasi dalam rangka menguasai pasar, mengingat sebahagian praktek yang dilarang hanya mungkin dilakukan dengan biaya yang besar. Terutama berkaitan dengan strategi untuk mematikan usaha lainnya. Sebagai ilustrasi tidaklah mungkin bagi usaha berskala kecil untuk dapat melakukan predatory pricing, karena boleh jadi hal itu justru mematikan usaha itu sendiri karena kehabisan dana untuk melakukan perang harga.
d. Jumlah pelaku. Jumlah pelaku usaha berskala kecil relatif sangat bayak, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk melakukan upaya penyatuan kekuatan seperti kartel menjadi kekuatan yang memonopoli.
e . Price taker. Posisi usaha berskala kecil yang berstatus sebagai price taker secara psikologis tidak memiliki ruang pilihan untuk mempengaruh pasar.

Bagi usaha berskala kecil dan koperasi mungkin dapat menggunakan strategi apa saja untuk mengembangkan bisnisnya, dalam rangka mengimbangi kekuatan usaha berskala lebih besar, akan tetapi melakukan praktek yang secara umum semestinya dilarang, tetap memiliki potensi yang merugikan masyarakat karena dapat berdampak buruk terutama bagi sesama usaha kecil dan koperasi. Beberapa praktek bisnis dalam kaitannya dengan pengecualian bagi usaha kecil dan koperasi yang perlu diwaspadai dengan menggunakan kaidah
role of reason, antara lain: a . Usaha kecil seharusnya tidak diperbolehkan melakukan perjanjian dengan
pihak luar negeri baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual produk yang dapat menghilangkan persaingan atau mematikan usaha kecil lainnya. Mengingat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 pihak luar negeri tidak dikategorikan apakah sebagai usaha besar dan menengah atau kecil maupun koperasi. Bilamana pihak luar negeri dapat dikategorikan sebagai usaha besar dan menengah, maka otomatis terkena ketentuan pelarangan sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.
b. Beberapa usaha kecil semestinya tidak melakukan upaya persekongkolan (perjanjian tertutup, boikot, pembagian wilayah) untuk menciptakan barriers to entry, sehingga akan menghambat kesempatan tumbuhnya usaha-usaha kecil baru. Kenyataannya dalam suatu wilayah pasar tertentu dominasi usaha kecil yang satu terhadap usaha kecil yang lainnya bisa saja terjadi dan kekuatan mendominasi bisa saja dimanfaatkan meskipun tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat secara luas.
c . Koperasi semestinya tidak melakukan diskriminasi antara anggotanya yang satu dengan anggotanya yang lain baik sebagai pemasok maupun sebagai pelanggan. Koperasi boleh melakukan diskriminasi antara anggota dan non anggota (lihat Gambar 2). Kaidah perlakuan diskriminatif ini seharusnya berlaku juga bagi koperasi sekunder dan induk koperasi.
Pertanyaannya adalah apakah tujuan tersebut telah dapat dicapai setelah UU Antimonopoli diberlakukan? Sejak diberlakukannya UU Antimonopoli mulai tgl. 5 Maret 2000 ada satu perubahan (dampak) mendasar dalam sistem perekonomian Indonesia, yaitu sistem ekonomi Indonesia menganut sistem ekonomi pasar. Konsekuensi (manfaat) diberlakukannya UU Antimonopoli pasar menjadi terbuka, misalnya sejak tahun 1999 pada sektor penerbangan perusahaan swasta boleh masuk ke sektor ini. Artinya, pelaku usaha disektor ini semakin bertambah. Sejak sector penerbangan dibuka bagi swasta terdapat 16 airline yang mendapat ijin. Dengan demikian semakin banyak pilihan bagi konsumen untuk memilih airline yang disukainya. Konsumen biasanya akan memilih harga yang murah dan pelayanan jasa yang lebih baik. Dan pada tahun 2001 KPPU menyampaikan saran dan pertimbangannya kepada Pemerintah untuk mencabut wewenang INACA yang menetapkan harga batas bawah dan atas penerbangan. Saran dan pertimbangan tersebut diterima oleh pemerintah. Akibatnya terjadi persaingan harga tiket airline. Pada tahun 1998 misalnya harga tiket Jakarta – Medan pp, mencapai Rp. 2 juta lebih. Sekarang dengan uang kurang dari Rp. 500.000,- seseorang dapat naik pesawat dari Jakarta ke Medan, demikian juga dari Jakarta ke Surabaya dan dari Jakarta ke Batam seseorang dapat naik pesawat terbang dengan uang kurang dari Rp. 300.000,-. Hal ini tentu menguntungkan konsumen.
Dari contoh diatas menunjukkan, bahwa UU Antimonopoli memberikan kebebasan bagi pelaku usaha menjalankan usahanya asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Dengan demikian UU Antimonopoli menjadi salah satu sarana dan pedoman bagi pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usahanya secara fair. Di negara- negara yang belum lama mempunyai UU Antimonopoli, seperti Indonesia penerapan ketentuan UU Antimonopoli tidaklah hal yang mudah. Tidak mudah, karena disiplin ilmu hukum persaingan adalah hal yang baru, bagi para akademisi, praktisi hukum, pengadilan, KPPU dan bagi pelaku usaha. Pada usianya empat tahun, semua pihak harus saling asah untuk menemukan pemahaman dasar-dasar persaingan usaha secara benar, khususnya bagi KPPU sebagai pelaksana tingkat pertama ketentuan UU Antimonopoli. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut KPPU telah memutuskan 14 kasus. Ini merupakan suatu prestasi.
Kebijakan Pemerintah langgar ketentuan UU Antimonopoli
Selain pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli, kenyataannya pemerintah juga melanggar ketentuan UU Antimonopoli melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkannya yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkautan. Misalnya, pemerintah dalam hal ini Menperindag mengeluarkan SK No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula, yang menunjuk beberapa importir gula, dan pada tgl. 17 Februari 2004 Menperindag mengeluarkan Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau.
Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa UU Antimonopoli mempunyai dampak positif bagi dunia bisnis di Indonesia, yaitu terbukanya pasar bagi setiap pelaku usaha dan terjadi persaingan yang mendorong pelaku melakukan efisiensi dan inovasi. Namun demikian di dalam pelaksanaannya masihterjadi pelanggaran terhadap UU Antimonopoli tersebut, baik disengaja maupun yang tidak disengaja oleh pelaku usaha dan pemerintah dalam menerbitkan kebijakan ekonominya. Dan KPPU juga dalam menerapkan UU Antimonopoli tersebut masih mengalami kelemahan disana-sini, seperti dalam putusan Indomaret. Nah, untuk dapat lebih mudah memahami ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli tersebut, KPPU harus menerbitkan guideline-guideline sebagai pedoman bagi pelaku usaha dalam menjalan kegiatan usahanya. Hal ini akan mengurangi
penafsiran yang berbeda-beda terhadap ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli.

Jumat, 11 Maret 2011

Cara-cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Dengan Cara Ligitasi

Nama : Safira Kamila
Kelas : 2EB06
NPM : 23209826
LIgitasi
litigasi adalah menyelesaikan suatu perkara hukum dengan melalui jalur hokum.
Keuntungan litigasi..
Litigasi dapat dijadikan sebagi shock terapi untuk pihak lawan..
bagi sebagian advokat penyelesaian lewat jalur litigasi dapat juga sebagai “pendongkrak” popularitas, semakin sering sidang maka semakin terkenal..

Kerugiannya litigasi..
Waktu yang bertele-tele, alias lama, untuk sidang yang “normal aja” bisa menghabiskan waktu sampai dengan tiga bulan-nan.. bahkan dulu untuk sidang hibah di Purbalingga, pernah sidang hingga 16 kali sidang, yang lama di eksepsi dan saksi-saksi bahkan untuk putusan sampai diundur 1 kali sidang…. Biaya yang dikeluarkan relatif lebih besar, terlalu banyak “administrasi”.
Contoh:
Pelanggaran Lalu Lintas,apabila ditilang oleh pak polisi. Biasanya mereka menawarkan mau ditilang apa disidang. Apabila kita memilih ditilang dengan cara damai orang yang ditilang biasanya memberikan uang kepada polisi dengan standar pembayaran yang tidak sesuai yaitu dengan membayar ditempat. Sedangkan apa bila disidang, menghabiskan waktu karena yang disidang itu sampai berpuluh-puluh orang. Meskipun jumlah uang yang dikeluarkan tidak besar.